Minggu, 25 Desember 2011

Mampukah kita meningkatkan mutu guru

Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan. Undang-Undang tersebut memuat dua puluh dua bab, tujuh puluh tujuh pasal, dan penjelasannya. Undang-undang Sistem Pendidikan (2003: 38) menjelaskan bahwa setiap pembaruan sistem pendidikan nasional untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional di antaranya adalah (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia, (2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar, (3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral, (4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global, (5) memperdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI. Jika mencermati visi pendidikan tersebut, semuanya mengarah pada mutu pendidikan yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Mutu pendidikan ternyata dipengaruhi oleh banyak komponen. Menurut Syamsuddin (2005: 66), ada tiga komponen utama yang saling berkaitan dan memiliki kedudukan strategis dalam kegiatan belajar-mengajar Ketiga komponen tersebut adalah kurikulum, guru, dan pembelajar (siswa). Ketiga komponen itu, gurulah yang menduduki posisi sentral sebab peranannya sangat menentukan. Dalam pembelajaran, seorang guru harus mampu menerjemahkan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum secara optimal. Walaupun sistem pembelajaran sekarang sudah tidak theacher center lagi, seorang guru harus tetap memegang peranan yang penting dalam membimbing siswa. Bahkan, menurut Undang-Undang Guru pasal 1 ayat 1 (2006: 3) guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berdasarkan hal itu, seorang guru harus mempunyai pengetahuan yang memadai baik di bidang akademik maupun pedagogik. Menurut Djazuli (1996: 2), seorang guru dituntut memiliki wawasan yang berhubungan dengan mata pelajaran yang diajarkannya dan wawasan yang berhubungan kependidikan untuk menyampaikan isi pengajaran kepada siswa. Kedua wawasan tersebut merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seorang guru harus selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya, pengetahuan, sikap, dan keterampilannya secara terus-menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk paradigma baru pendidikan yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) merupakan KurikulumBerbasis Kompetensi (KBK) yang disempurnakan . Menurut Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional (2004: 2), seorang guru harus memenuhi tiga standar kompetensi, di antaranya: (1) Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan, (2) Kompetensi Akademik/Vokasional sesuai materi pembelajaran, (3) Pengembangan Profesi. Ketiga kompetensi tersebut bertujuan agar guru bermutu menjadikan pembelajaran bermutu juga, yang akhirnya meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Untuk mencapai tiga kompetensi tersebut, sekolah harus melaksanakan pembinaan terhadap guru baik melalui workshop, MGMP, diskusi, dan supervisi edukatif. Hal itu harus dilakukan secara periodik agar kinerja dan wawasan guru bertambah. Sebab, berdasarkan diskusi yang dilakukan guru di SMAN 1 Parado, rendahnya kinerja dan wawasan guru diakibatkan oleh: (1) rendahnya kesadaran guru untuk belajar, (2) kurangnya kesempatan guru mengikuti pelatihan, baik secara regional maupun nasional, (3) kurang efektifhya MGMP, (4) supervisi pendidikan yang bertujuan memperbaiki proses pembelajaran cenderung menitikberatkan pada aspek administrasi. Untuk memperbaiki kinerja dan wawasan guru dalam pembelajaran di SMAN 1 Parado kami melaksanakan penelitian tindakan yang berkaitan dengan permasalahan di atas. Karena keterbatasan peneliti, penelitian ini hanya difokuskan pada supervisi edukatif saja, sehingga judul penelitian tindakan Sekolah tersebut adalah “Peningkatan Kinerja Guru dalam Pembelajaran Melalui Supervisi-Edukatif Kolaboratif secara Periodik”.
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apakah dengan supervisi edukatif kolaboratif secara periodik dapat meningkatkan kinerja guru dalam menyusun rencana pembelajaran?
2. Apakah dengan supervisi edukatif kolaboratif secara periodik dapat meningkatkan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran?
3. Apakah dengan supervisi edukatif kolaboratif secara periodik dapat meningkatkan kinerja guru dalam menilai prestasi belajar siswa?
4 Apakah dengan supervisi edukatif kolaboratif secara periodik dapat meningkatkan kionerja guru dalam melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar siswa?
sasaran tindakan
Karena supervisi edukatif melibatkan supervisor, guru, siswa, peneliti sebagai Pengawas SMP/SMA/SMK, mengidentifikasi masalah pembelajaran. Selanjutnya, menentukan langkah-langkah pemecahan masalah. Hasil diskusi diperoleh langkah-langkah pemecahan, yakni: (1) mengadakan workshop singkat tentang pembuatan persiapan pembelajaran, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran di sekolah, (2) melaksanakan supervisi edukatif kolaboratif secara periodik dengan menekankan pada pemberian bantuan untuk perbaikan pembelajaran.
Dengan ditetapkannyaUndang-Undang Sistem Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003, seorang yang bekerja di dunia pendidikan baik formal, nonformal, maupun informal harus mempunyai kemampuan khusus dibidang kependidikan itu. Secara umum, guru tersebut harus berkompetensi di bidangnya. Oleh sebab itu, untuk mengetahui bagaimana kompetensi seorang ahli kependidikan, yang di dalamnya adalah guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, pada kajian teori ini akan dibahas tentang kompetensi guru, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, supervisi edukatif dan hipotesis tindakan. A. KOMPETENSI GURU Kompetensi merupakan spesifikasi dari kemampuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan (Ditjen Dikdasmen, 2004 : 4). Berdasarkan pendapat tersebut seorang yang bekerja sebagai guru, yang menurut Undang-Undang Guru Tahun 2006 merupakan pekerjaan profesional, guru harus memenuhi standar-standar minimal yang dibutuhkan oleh Depdiknas. Guru yang setiap hari selalu berhadapan dengan anak tentu menghadapi berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan anak tersebut maupun dengan lingkungan pendidikan, yang notabene mempunyai berbagai karakter, berbagai kemampuan dan motivasi, yang semuanya memerlukan strategi-strategi khusus yang harus dipersiapkan oleh guru, sehingga guru tersebut harus mempersiapkan diri, baik berkaitan dengan materi yang akan dikuasai siswa, sikap siswa, maupun strategi yang dapat memudahkan siswa dalam memahami materi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, Depdiknas menentukan bagian-bagian yang harus dikuasai oleh guru dalam rangka memenuhi Standar Kompetensi Guru. Komponen-komponen standar kompetensi guru, antara lain : (1) Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan, (2) Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional sesuai materi pembelajaran, (3) Pengembangan Profesi. Selain ketiga komponen tersebut, seorang guru harus memiliki sikap dan kepribadian yang positif, di mana sikap dan kepribadian tersebut senantiasa melekat pada setiap komponen yang menunjang profesi guru. Seorang guru yang profesional sikap dan kinerjanya akan kelihatan dalam kehidupan sehari-hari. Semua hasil kerjanya harus bisa diukur oleh indikator. Oleh sebab itu, Ditjen Dikdasmen (2004: 10) merumuskan indikator kompetensi, yang masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut. 1. Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran Kompetensi ini merupakan komponen awal yang harus dilakukan oleh guru, karena bagian inilah seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya harus berdasarkan program-program yang disiapkan. Dengan adanya program itu, semuanya akan dapat dinilai, diukur, dan dievaluasi. Dalam dunia pendidikan, penentuan keberhasilan dapat dilihat dari indikatorya. Oleh sebab itu, indikator dalam kompetensi ini menurut Ditjen Dikmenum adalah sebagai berikut. a. Kompetensi menyusun rencana pembelajaran, dengan indikator sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan tujuan pembelajaran. 2) Menentukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan. 3) Mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok. 4) Mengalokasikan waktu. 5) Menentukan metode pembelajaran yang sesuai. 6) Merancang prosedur pembelajaran. 7) Menentukan media pembelajaran peralatan praktikum (dan bahan) yang akan digunakan. 8) Menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku modul, program komputer, dan sejenisnya). 9) Menentukan teknik penilaian. Berdasarkan indikator yang telah ditetapkan oleh Ditjen Dikmenum tersebut, seorang guru harus mampu membuat Rancangan Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang pada dasarnya sama dengan indikator di atas. Guru tidak akan mampu membuat RPP tersebut jika guru tidak banyak belajar tentang materi, metode, strategi, media, dan penilaian pembelajaran. Oleh sebab itu, guru harus banyak membaca atau belajar. b. Kompetensi melaksanakan pembelajaran dengan indikator sebagai berikut. 1) Membuka pelajaran dengan metode yang sesuai. 2) Menyajikan materi pelajaran secara otomatis. 3) Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan. 4) Mengatur kegiatan siswa di kelas. 5) Menggunakan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang telah ditentukan. 6) Menggunakan sumber belajar yang telah dipilih (berupa buku, modul, program komputer, dan sejenisnya). 7) Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif. 8) Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif. 9) Memberikan pertanyaan dan umpan-balik, untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses belajar. 10) Menyimpulkan pembelajaran. 11) Menggunakan waktu secara efektif dan efisien. Berdasarkan indikator di atas, guru harus mampu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan menilai siswa dalam belajar. Indikator-indikator di atas berkaitan dengan tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran . Oleh sebab itu, guru yang mampu melaksanakan indikator di atas akan dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu. c. Kompetensi menilai prestasi belajar dengan indikator sebagai berikut. 1) Menyusun soal/perangkat penilaian sesuai dengan indikator/ kriteria unjuk kerja yang telah ditentukan. 2) Melaksanakan penilaian. 3) Memeriksa jawaban/memberikan skor tes hasil belajar berdasarkan indikator/kriteria unjuk kerja yang telah ditentukan. 4) Mengolah hasil penilaian. 5) Menganalisis hasil penilaian (berdasarkan tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas, dan reabilitas). 6) Menyimpulkan hasil penilaian secara jelas dan logis (misalnya: interpretasi kecenderungan hasil penilaian, tingkat pencapaian siswa, dll.). 7) Menyusun laporan hasil penilaian. 8) Memperbaiki soal/perangkat penilaian. Berdasarkan indikator kompetensi penilaian, guru harus mampu menyusun kisi-kisi, butir soal, pedoman penilaian, melaksanakan, mengolah nilai, melaporkan nilai, dan analisis soal tersebut. d. Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik dengan indikator sebagai berikut. 1) Mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian. 2) Menyusun program tindak lanjut hasil penilaian. 3) Melaksanakan tindak lanjut. 4) Mengevaluasi hasil tindak lanjut. 5) Menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut penilaian. Dengan adanya indikator-indikator yang berkaitan dengan kompetensi pengelolaan belajar di atas, kepala sekolah, dan pengawas akan bisa menilai sejauh mana kompetensi seorang guru dalam mengelola pembelajaran. 2. Komponen Kompetensi Wawasan Pendidikan Kompetensi wawasan pendidikan merupakan bagian yang harus dikuasai guru sebelum action di depan anak. Guru harus memahami landasan pendidikan kebijakan pendidikan, perkembangan siswa, pendekatan pembelajaran, menerapkan bekerja sama dalam pekerjaan, dan memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan. Untuk memahami tersebut, guru wajib belajar perkembangan ilmu pendidikan dan pengetahuan karena ilmu pendidikan sekarang berkembang dengan pesat. Dahulu pembelajaran, dengan sistem teacher center sangat tepat, tetapi pembelajaran itu sekarang ternyata kurang tepat karena siswa setelah pembelajaran tidak bisa memecahkan persoalan, bahkan siswa diberi soal yang berbeda walaupun sama temanya tetap tidak bisa. Oleh sebab itu, pembelajaran yang berbasis CTL, CL, PAKEM, perlu dibaca oleh guru agar wawasan pendidikan terus bertambah. Bahkan, dalam buku-buku pendidikan modern, pembelajaran selalu dikaitkan dengan usia dan motivasi. Berdasarkan uraian di atas, guru perlu mengetahui dan menguasai indikator-indikator yang berkaitan dengan kompetensi wawasan. Pendidikan Ditjen Dikmenum (2004: 12) menyebutkan indikatornya sebagai berikut. a. Memahami landasan kependidikan dengan indikator sebagai berikut. 1) Menjelaskan tujuan dan hakikat pendidikan. 2) Menjelaskan tujuan dan hakikat pembelajaran. 3) Menjelaskan konsep dasar pengembangan kurikulum. b. Memahami kebijakan pendidikan dengan indikator sebagai berikut. 1) Menjelaskan visi, misi, dan tujuan pendidikan. 2) Menjelaskan tujuan pendidikan tiap satuan pendidikan sesuai tempat bekerjanya. 3) Menjelaskan sistem dan struktur standar kompetensi guru. 4) Memanfaatkan standar kompetensi siswa. 5) Menjelaskan konsep pengembangan pengelolaan pembelajaran yang diperlakukan (Misalnya: life skill, BBE/Broad Based Education, CBET/Competency-Based Education and Training, dan lain-lain). 6) Menjelaskan konsep pengembangan manajemen pendidikan yang diberlakukan (Misalnya: MBS/ Manajemen Berbasis Sekolah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, dan lain-lain). 7) Menjelaskan konsep dan struktur kurikulum yang diberlakukan (misalnya: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merrupakanj penyempurnaan dari kurikulum Berbasis Kompetensi). c. Memahami tingkat perkembangan siswa dengan indikator sebagai berikut. 1) Menjelaskan psikologi pendidikan yang mendasari perkembangan siswa. 2) Menjelaskan tingkat-tingkat perkembangan mental siswa. 3) Mengidentifikasi tingkat perkembangan siswa yang dididik. d. Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai, materi pembelajarannya dengan indikator sebagai berikut. 1) Menjelaskan teori belajar yang sesuai materi pembelajarannya. 2) Menjelaskan strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya. 3) Menjelaskan metode pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya. e. Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan dengan indikator sebagai berikut. 1) Menjelaskan arti dan fungsi kerja sama dalam pekerjaan 2) Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan f. Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pembelajaran dengan indikator sebagai berikut. 1) Menggunakan berbagai fungsi internet, terutama menggunakan e-mail dan mencari informasi. 2) Menggunakan komputer, terutama untuk Word Processor dan spead sheet (Contoh: Microsoft Word dan Excel). 3) Menerapkan bahasa Inggris untuk memahami literatur asing/ memperluas wawasan kependidikan. 3. Komponen Kompetensi Akademik/Vokasional Kompetensi akademik ini berkaitan dengan penguasaan materi pelajaran yang akan dipelajari/dipahami/dikuasai siswa. Guru harus menguasai materi yang akan diajarkan. Oleh sebab itu, kompetensi bidang akademik ini berkaitan dengan penguasaan keterampilan sesuai dengan materi pembelajaran. Menurut Ditjen Dikmenum (2004: 14) hanya ada satu kompetensi di bidang ini yaitu sebagai berikut. 1) Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran dengan indikator sebagai berikut. (a) Menguasai materi pembelajaran di bidangnya. 4. Komponen Kompetensi Pengembangan Profesi Komponen ini sangat berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengembangkan dirinya sebagai guru yang profesional. Guru harus bisa mengembangkan dirinya melalui penelitian-penelitian pendidikan demi kemajuan peserta didik dan kemajuan dirinya sendiri. Hal ini jika dilakukan oleh semua guru, pendidikan akan bermutu. Oleh sebab itu, penelitian tindakan sangat cocok untuk pengembangan pendidikan. Guru dan Kepala Swekolah melaksanakan penelitian tindakan kelas dan Pengawas Sekolah melaksanakan penelitian tindakan sekolah. Untuk itu, Ditjen Dikmenum (2004: 15) menentukan kompetensi dan indikatornya, yakni sebagai berikut. Mengembangkan profesi dengan indikator sebagai berikut. 1) Menulis karya ilmiah hasil penelitian pengkajian/survei dibidang pendidikan. 2) Menulis karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri di bidang pendidikan sekolah. 3) Menulis tulisan ilmiah populer di bidang pendidikan sekolah di media massa. 4) Menulis prasaran/makalah berupa tinjauan, gagasan atau ulasan ilmiah yang disampaikan pada pertemuan ilmiah. 5) Menulis buku pelajaran modul diktat. 6) Menulis diktat pelajaran. 7) Menemukan teknologi tepat guna. 8) Membuat alat pelajaran alat peraga atau alat bimbingan. 9) Menciptakan karya seni monumental/seni pertunjukan. 10) Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Dengan adanya indikator-indikator di atas, kepala sekolah dan Pengawas akan mudah menentukan guru yang berprestasi maupun yang belum berprestasi. B. KINERJA KEPALA SEKOLAH Keberhasilan sekolah sangat bergantung pada keberhasilan kepala sekolah. Sekolah yang dikepalai oleh orang yang mempunyai komitmen tinggi terhadap peningkatan mutu maka sekolah tersebut akan cepat berkembang karena kunci keberhasilan sekolah sangat bergantung pada kepalanya. Menurut Pidarta (1990) dalam Pelangi (2005: 23) kepala sekolah merupakan kunci kesuksesan sekolah dalam mengadakan perubahan. Kegiatan untuk meningkatkan dan memperbaiki program dan proses pembelajaran di sekolah sebagian besar terletak pada diri kepala sekolah itu sendiri. Lebih lanjut, Pidarta (1990) menyatakan bahwa kepala sekolah memiliki peran dan tanggungjawab sebagai manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan, dan administrator pendidikan. Dalam hal kinerja, kepala sekolah harus melaksanakan tugas utamanya menjadi kepala sekolah tersebut dengan penuh tanggung jawab. Menurut format penilaian kinerja sekolah Kabupaten Bima (2004: l-43), kepala sekolah harus melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan kepala sekolah sebagai pendidik (edukator), kepala sekolah sebagai manajer, kepala sekolah sebagai administrator, kepala sekolah sebagai penyelia (supervisor), kepala sekolah sebagai pemimpin (leader), dan kepala sekolah sebagai enterpreneur (kewirausahaan) 1. Kepala sekolah sebagal manajer Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah harus mampu merencanakan sesuatu atau mencari strategi yang terbaik, mengorganisasi, dan mengkoordinasi sumber-sumber pendidikan yang masih berserakan agar menyatu dan mengadakan kontrol terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. Atas perannya sebagai manajer, kepala sekolah dituntut mampu (1) mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas masyarakat yang diinginkan masyarakat, (2) melakukan inovasi dengan mengambil inovatif dari kegiatan-kegjatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, (3) menciptakan strategi atau kebijakan untuk menyukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, (4) menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, (5) menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, (6) melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya.
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu menggerakkan orang lain agar secara sadar dan sukarela melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai dengan apa yang diharapkan pimpinan dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan kepala sekolah ditujukan kepada bawahannya, terutama para guru karena merekalah yang terlibat secara langsung dalam proses pendidikan. Hal itu sependapat lengan Wahjosumijo (2001: 24), peran kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah memiliki tanggung jawab menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah sehingga melahirkan etos kerja dan produktivitas yang tinggi dalam mencapai tujuan. Dalam hal pelaksanaannya, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah, menurut Depdiknas (2000: 24) sangat dipengaruhi hal-hal sebagai berikut. (1) Kepribadian yang kuat; kepala sekolah harus mengembangkan pribadi agar percaya diri, berani, bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan sosial. (2) Memahami tujuan pendidikan yang baik; pemahaman yang baik merupakan bekal utama kepala sekolah agar dapat menjelaskan kepada guru, staf, dan pihak lain serta menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya. (3) Pengetahuan yang luas; kepala sekolah harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang bidang tugasnya maupun bidang yang lain yang terkait. (4) Keterampilan profesional yang terkait dengan tugasnya sebagai kepala sekolah, yaitu: (a) keterampilan teknis, misalnya : teknis menyusun jadwal pelajaran dan memimpin rapat, (b) keterampilan hubungan kemanusiaan, misalnya: bekerja sama dengan orang lain memotivasi guru dan staf, (c) keterampilan konseptual, misalnya: mengembangkan konsep pengembangan sekolah dan memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari pemecahan. Adapun menurut Mulyasa (2002), kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang (1) mampu memperdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif, (2) dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, (3) mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan, (4) berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah, (5) bekerja dengan tim manajemen, dan (6) berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Kepala sekolah sebagai administrator sekolah Sebagai administrator, kepala sekolah harus mampu mengelola administrasi yang berkaitan dengan sekolah. Menurut instrumen Kinerja Sekolah (2004: 10), kepala sekolah harus mampu (1) mengelola administrasi KBM dan BK, (2) mengelola administrasi kesiswaan, (3) mengelola administrasi ketenagaan, (4) mengelola administrasi keuangan, (5) mengelola administrasi gedung sarana/ prasarana, dan (6) mengelola administrasi persuratan. Semua administrasi yang dikelola tersebut harus berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala sekolah harus melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang yang menangani kurikulum kesiswaan, kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Menurut Sholeh (2005: 25), kepala sekolah harus mampu melakukan (1) pengelolaan pengajaran, (2) pengelolaan kesiswaan, (3) pengelolaan sarana dan prasarana, (4) pengelolaan keuangan, dan (5) pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat.
Kepala sekolah sebagai supervisor/penyelia sekolah Supervisi merupakan kegiatan membina dan/dengan nembantu pertumbuhan agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya. Menurut Purwanto (1987), supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sekolah maupun guru. Oleh sebab itu, supervisor harus dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mengadakan hubungan antar individu dan keterampilan Eknis. Supervisor di dalam tugasnya bukan saja mengandalkan pengalaman sebagai modal utama melainkan juga harus diikuti dengan jenjang pendidikan formal yang memadai. Menurut Depdiknas (1994: 2), supervisi tersebut harus dilaksanakan secara (1) sistematis, maksudnya supervisi dikembangkan dengan perencanaan yang matang sesuai dengan sasaran yang diinginkan, (2) objektif, artinya supervisi memberikan masukan sesuai dengan aspek yang terdapat dalam instrumen, (3) realistis, artinya supervisi didasarkan atas kenyataan sebenarnya yaitu pada keadaan atau hal-hal yang sudah dipahami dan dilakukan oleh para staf sekolah, (4) antisipatif, artinya supervisi diarahkan untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang mungkin akan terjadi (5) konstruktif, artinya supervisi memberikan saran-saran perbaikan kepada yang disupervisi untuk terus berkembang sesuai ketentuan atau aturan yang berlaku, (6) kreatif, artinya supervisi mengembangkan kreativitas dan inisiatif guru dalam mengembangkan proses belajar mengajar, (7) kooperatif, artinya supervisi mengembangkan perasaan kebersamaan untuk menciptakan dan mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik, (8) kekeluargaan, artinya supervisi mempertimbangkan saling asah, saling asuh, dan tut wuri handayani.
Kepala sekolah sebagai enterpreneur (kewirausahaan) sekolah Pada era-otonomi sekolah, kepala sekolah harus bisa mengembangkan sekolahnya menjadi sekolah yang mandiri. Hal ini seperti yang diungkapkan Ditjen Dikmenum (2001: 10), salah satu ciri sekolah yang mampu bersaing dalam era-globalisasi adalah sekolah yang mandiri atau berdaya. Sekolah yang berdaya memiliki ciri-ciri, yaitu tingkat kemandiriannya tinggi/tingkat ketergantungannya rendah, bersifat adaptif dan antisipatif proaktif, memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, dan berani mengambil risiko), bertanggung jawab terhadap kinerja sekolah. Berdasarkan hal di atas, kepala sekolah yang mempunyai jiwa kewirausahaan harus mempunyai kemandirian yang tinggi, ulet, inovatif, dan berani memanfaatkan peluang walaupun berisiko. Menurut instrumen kinerja sekolah Kabupaten Bima (2004: 34-36) kepala sekolah harus mempunyai kemampuan untuk (1) memanfaatkan dan menciptakan peluang, (2) mengembangkan dana dan berbagai sumber untuk menunjang operasional sekolah. Berdasarkan hal itu, kepala sekolah harus menyusun program kewirausahaan sesuai peluang yang ada. Dalam penyusunan program tersebut, kepala sekolah harus melibatkan para guru dan komite sekolah sebab dengan adanya kerja sama tersebut peluang keberhasilan akan lebih tinggi.
Kepala sekolah sebagal motivator Peran motivator tidak kalah pentingnya dengan lainnya, sebab siapa yang mampu memberi inovator kepada orang lain, semua pekerjaan, walaupun berat, akan teratasinya. Oleh sebab itu, kepala sekolah harus mampu memberi motivasi kepada para guru, tenaga kependidikan lainnya, termasuk anggota komite sekolah. 7. Kepala sekolah sebagai edukator Seseorang menjadi kepala sekolah hanya sebagai tugas tambahan karena tugas utamanya sebagai guru di kelas. Kepala sekolah harus membuat program-program pembelajaran di kelas. Menurut instrumen kinerja sekolah kabupaten Bima (2004: 1), kepala sekolah sebagai edukator harus (1) menyusun program, yang di antaranya menyusun AMP; prota; prosem; PSP; RP, (2) melaksanakan program, yang di antaranya harus dibuktikan dengan jurnal pembelajaran; daftar hadir siswa; catatan tugas siswa; dan buku bimbingan, (3) melaksanakan evaluasi, yang di dalamnya harus membuat kisi-kisi; kartu soal; soal; kunci jawaban pedoman penilaian; dan nilai, (4) melakukan analisis yang berupa analisis butir soal, dan analisis hasil ulangan, (5) perbaikan dan pengayaan, yang berupa penyusunan program perbaikan dan pengayaan; pelaksanaan perbaikan; dan pengayaan dan melaporkan hasil perbaikan dan pengayaan.
SUPERVISI EDUKATIF Supervisi merupakan salah satu tugas kepala sekolah yang bertujuan untuk membantu memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan dan aspek yang disupervisi dari orang yang melakukan supervisi. Aspek yang disupervisi bisa berupa administrasi dan edukatif. Orang yang melakukan supervisi adalah pengawas ,kepala sekolah, instruktur mata pelajaran. Adapun orang yang disupervisi bisa kepala sekolah, guru mata pelajaran, guru pembimbing, tenaga edukatif yang lain, tenaga administrasi, dan siswa. Supervisi edukatif merupakan supervisi yang diarahkan pada kurikulum pembelajaran, proses belajar-mengajar, pelaksanaan bimbingan, dan konseling. Supervisi ini dapat dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, maupun guru senior yang sudah pernah menjadi instruktur mata pelajaran. Menurut Ditjen Dikmenum (1994: 15) pelaksanaan supervisi tersebut dapat dilakukan dengan cara (1) wawancara dan (2) observasi. Jika supervisi dilakukan pengawas kepada kepala sekolah, pengawas bisa melaksanakan wawancara dengan kepala sekolah yang berkaitan dengan kelengkapan dokumen kurikulum termasuk Silabus, buku paket, dan buku penunjang. Hal ini dapat juga diarahkan pada pemahaman kepala sekolah terhadap Silabus, persiapan mengajar kegiatan belajar-mengajar, berbagai metode penyajian, penilaian, dan bimbingan dan konseling. Selain itu, pengawas bisa bertanya tentang pemanfaatan sarpras, pembagian tugas guru dalam PBM, penilaian kepala sekolah terhadap guru dalam rangka pelaksanaan tugas, pengaturan penilaian siswa, dan pengaturan pelaksanaan BK. Selain wawancara, pengawas dan/atau kepala sekolah dapat melaksanakan observasi kepada guru dalam proses belajar-mengajar atau dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Dalam melaksanakan observasi, pengawas atau kepala sekolah dapat memilih satu atau beberapa kelas, serta mengamati kegiatan guru dan layanan bimbingan. Menurut Ditjen Dikmenum (1994: 16) observasi tersebut bisa berupa (1) observasi kegiatan belajar-mengajar, meliputi: (a) persiapan mengajar; (b) pelaksanaan satuan pelajaran di dalam kelas; dan (c) pelaksanaan penilaian, (2) observasi kegiatan bimbingan dan konseling, meliputi: (a) program kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah; (b) pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah; (c) kelengkapan administrasi/perlengkapan bimbingan dan konseling; (d) penilaian dan laporan. Selain di atas, supervisor härus melakukan observasi dan wawancara sekaligus yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Menurut Ditjen Dikmenum (1994: 17) yang termasuk PBM, yaitu: (1) persiapan mengajar, yang terdiri atas: (a) membuat program tahunan; (b) membuat program semester; (c) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran atau rencana pembelajaran, (2) melaksanakan PBM, yang terdiri atas: (a) pendahuluan; (b) pengembangan; (c) penyerapan; (ci) penutup, (3) penilaian, yang di dalamnya : (a) memiliki kumpulan soal dan (b) analisis hasil belajar.
HIPOTESIS TINDAKAN Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Kinerja guru dalam pembelajaran di kelas akan meningkat jika supervisi edukatif dilaksanakan dengan sistematis dan proaktif.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar